Belgia, Di Antara Cahaya dan Bayangan



Kabut pagi menyelimuti jalan, 

Seperti selimut yang tak pernah lelah merangkul kota. 

Udara dingin menggigit perlahan, 

Mengingatkan bahwa keindahan selalu punya sisi luka. 


Di sudut-sudut kota yang megah, 

Bangunan tua berdiri dengan anggun. 

Sejarah terukir di setiap batu, 

Seperti bisikan waktu yang enggan berlalu. 


Namun di sela keindahan yang memesona, 

Ada bayang-bayang yang tersembunyi. 

Di sudut jembatan, di bawah lampu jalan, 

Mereka duduk, diam, menunggu keajaiban. 


Wajah-wajah letih memohon belas, 

Tangan mereka terbuka, bukan untuk memberi. 

Di kota yang dipuja karena keanggunan, 

Ada jiwa-jiwa yang nyaris tak terlihat. 


Aku berjalan melewati mereka, 

Tak tahu harus berkata apa. 

Apakah keindahan Belgia adalah lukisan sempurna, 

Atau hanya cermin yang retak di tengah cahaya? 


Namun angin tetap berhembus lembut, 

Membawa aroma roti hangat dari toko kecil. 

Burung-burung masih bernyanyi merdu, 

Menghiasi pagi dengan melodi rindu. 


Jalanan berbatu terasa dingin, 

Tapi senyum seorang anak menghangatkan hari. 

Ia melompat di genangan hujan semalam, 

Tertawa tanpa tahu bahwa dunia terbagi. 


Dan di kota ini, kebahagiaan dan luka 

Menari dalam ritme yang sama. 

Seperti biola yang menangis di kejauhan, 

Seperti senyum yang menyembunyikan kehilangan. 


Belgia pagi ini adalah teka-teki, 

Indah, namun menggigit dengan pelan. 

Aku ingin menyebutnya rumah, 

Tapi bisakah seseorang benar-benar memiliki tempat? 


Atau, pada akhirnya, 

Kita semua hanyalah angin yang singgah sebentar, 

Meninggalkan jejak di kaca berembun, 

Lalu hilang, seperti pagi yang perlahan berubah menjadi siang?

Komentar

Postingan Populer